Liputan6.com, Jakarta : Aksi penolakan maupun penghapusan tenaga outsourcing oleh para buruh di sejumlah perusahaan atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan bahwa terdapat pelanggaran terhadap Undang-undang (UU) Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Titik Handayani, substansi isi UU Nomor 13 sangat tidak jelas, sehingga berpotensi menimbulkan multi-tafsir dan akhirnya cenderung membuka peluang terjadinya pelanggaran.”Sesuai UU tersebut, pekerjaan penunjang yang boleh di outsourcing hanya lima, yakni tenaga kebersihan, keamanan, transportasi, katering serta penunjang di pertambangan dan perminyakan,” terang dia saat acara Investasi Global, Pasar Kerja Fleksibel dan Penciptaan Kesempatan Kerja di Indonesia, Jakarta, Kamis (18/4/2013).Sayang, Titik bilang, beberapa pengusaha hanya menjadikan isi dari UU itu sebagai contoh saja. Padahal, outsourcing dan pekerja kontrak merupakan manifestasi dari konsep pasar kerja fleksibel yang bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja.Yang terjadi di Indonesia, praktik outsourcing tidak hanya di 5 jenis pekerjaan yang dibolehkan tapi juga ke berbagai sektor jasa seperti perhotelan dan keuangan, perdagangan, retail dan supermarket, industri manufaktur otomotif, elektronik, serta perkebunan.”Persoalan ketenagakerjaan jika diawasi secara ketat bisa melindungi tenaga kerja, termasuk outsourcing. Tapi masalahnya penegakan hukum maupun pengawasan di Indonesia masih lemah, karena praktik outsourcing diberlakukan di berbagai sektor seperti jasa perhotelan dan keuangan, perdagangan, retail dan supermarket, industri manufaktur otomotif, elektronik, serta perkebunan,” jelasnya.Pada kesempatan yang sama, peneliti Pusat Analisis Sosial AKATIGA, Indrasari Tjandraningsih mengungkapkan, kebijakan pasar kerja fleksibel sejatinya adalah salah satu cara untuk menarik investasi asing serta memperluas kesempatan kerja di sektor formal. Namun belum ada data akurat yang menunjukkan tujuan tersebut telah tercapai.”Dari hasil penelitian kami di 2010, pusat-pusat industri di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau telah membuktikan sistem hubungan kerja outsourcing yang justru merugikan pekerja. Bahkan belum menampakkan hasil perluasan kesempatan kerja. Jadi masih ada kesenjangan antara kebijakan fleksibilitas pasar kerja dengan implementasinya,” tegas Indrasari. (fik/Ndw)

ยป Sumber : Liputan6.com – Kamis, 18 April 2013