Penelitian Tahun 2013

Abstrak:    

Setelah terpisah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada tahun 1999, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dituntut menjadi institusi kepolisian yang memiliki kultur profesional, akuntabel, serta demokratis. Proponen gerakan reformasi, yang terdiri dari mahasiswa, pekerja, hingga aktivis masyarakat sipil, mengajukan tuntutan kepada Polri dan aktor keamanan lainnya (tentara serta intelijen) agar mengikuti derap langkah demokratisasi pasca Orde Baru. Polisi dituntut untuk meninggalkan karakter militeristiknya, serta mulai berikhtiar selekas mungkin menjadi polisi sipil (civilian police). 
 
Akan tetapi, selama 14 tahun terakhir, Reformasi Polri masih mengidap banyak kekurangan pada aspek struktural maupun instrumental. Khusus untuk aspek kultural selaku muara dari reformasi, Polri pun tampak belum berhasil menjadi ‘polisi sipil’ yang berwajah humanis serta demokratis. Kekerasan oleh polisi terhadap masyarakat masih banyak terjadi. Laporan KontraS mengenai evaluasi kinerja Polri 2010-2011, khususnya yang berkaitan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia, menjelaskan bahwa polisi melakukan tindakan kekerasan berupa penyiksaan, penganiayaan, penembakan, pelecehan seksual, intimidasi, serta penangkapan sewenang-wenang.
 
Penelitian ini berusaha membahas seperangkat nilai sosial-politik yang memengaruhi dinamika reformasi kultural Polri, baik yang berasal dari dalam maupun luar institusi (faktor internal serta eksternal). Penelitian ini berada dalam tataran tema Pengelolaan Keamanan dan Pertahanan. Pada tahun pertama (2010), penelitian dilakukan dengan membahas Reformasi Internal Polri dalam konteks Polri di Era Demokrasi. Tahun (2011) yang mengangkat tema Reformasi Struktural Polri 1999-2010. Pada tahun ketiga (2012 adalah kajian evaluasi atas Reformasi Instrumental Polri 1999-2011. Sedangkan pada tahun keempat (2013), fokus penelitian diarahkan pada evaluasi atas reformasi kultural Polri.
 
Agar penelitian ini dapat maksimal, pengumpulan data dilakukan dengan cara : a) survei lapangan secara langsung ke Jakarta dan Bandung; b) analisis dokumen-dokumen sekunder; c) Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak-pihak yang berkompeten, khususnya Polri serta pihak legislatif, elit politik lokal serta sejumlah stakeholders lainnya dilakukan untuk mencari jawaban permasalahan penelitian di lokasi penelitian.