Uang THR

Uang THRPertumbuhan Ekonomi Bisa 5,2 persen

|JAKARTA| Ekonomi Indonesia masih solid dan bertahan (resilient) meski terjadi perlambatan. Hal ini terbukti dari jumlah pemudik Lebaran yang tahun ini meningkat serta tidak ada gejolak buruh berkaitan dengan Tunjangan Hari Raya (THR).

Mudik menjadi fenomena penting karena banyak pekerja membawa uang ke berbagai penjuru Indonesia, yang biasanya terkonsentrasi di Jabodetabek. Pemudik menjadi pendorong perekonomian daerah. Sedikitnya akan ada Rp 90 triliun yang siap dibelanjakan dari THR yang diterima oleh sekitar 47 juta tenaga kerja formal Indonesia, dengan asumsi rata-rata tiap karyawan menerima Rp 2,3 juta. Belum lagi kiriman para TKI yang mencapai sekitar Rp 50 triliun.

Peningkatan konsumsi yang dibarengi dengan pencairan belanja modal pemerintah diyakini bakal mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Bila pencairan belanja modal pemerintah efektif dan tepat waktu, pertumbuhan ekonomi triwulan” tiga bisa 5,2 persen dan kuartal IV sekitar 5,4 persen.

Gum Besar FEUI sekaligus Rektor Universitas Paramadina Firmanzah menilai, peningkatan aktivitas mudik Lebaran tahun ini adalah hasil dari kestabilan pertumbuhan ekonomi, kelas menengah Indonesia yang meningkat di Indonesia, dan mulai dirasakannya manfaat perbaikan konektivitas nasional yang meliputi perbaikan berbagai infrastruktur dasar jalan raya, pelabuhan dan bandara.

“Ekonomi kita tahun ini bertumbuh tapi melambat, artinya masih ada pertumbuhan ekonomi. Beda dengan 1998 yang mana ekonomi minus cukup dalam sehingga boro-boro memikirkan mudik, karena daya beli anjlok. Kalau sekarang orang memang lebih menghemat dan menempatkan mana yang perlu atau tidak untuk beli, hal itu guna memiliki uang untuk mudik,” katanya, Sabtu (11/7).

Mantan Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan ini menambahkan, mudik berkontribusi menciptakan redistribusi pendapatan ke daerah-daerah. Investasi yang tumbuh di daerah mendukung terciptanya ekonomi baru di daerah.

Aman

Kondisi ekonomi, tambah dia, saat ini masih aman meski tak bisa dibilang baik-baik saja. “Belum terlihat ada PHK massal, meski ada gejala pengurangan jam kerja. Sudah terlihat pengurangan daya beli masyarakat. Ini sinyal pemerintah harus memberikan perhatian khusus,” ucapnya.

Ekonom UI Berly Martawardaya mengatakan, pertumbuhan ekonomi di kuartal periode Lebaran ini akan lebih tinggi dibanding kuartal lainnya. “Mudik penting karena bawa uang ke berbagai penjuru Indonesia, yang biasanya terkonsentrasi di Jabotabek saja. Pemudik menjadi booster bagi ekonomi daerah,” katanya.

Tren perlambatan ekonomi, katanya, bukan tidak bisa dilawan. “Dibutuhkan kebijakan yang koheren dengan dirigen tim ekonomi yang kokoh. Tapi, bila prinsip the right person at the right place diimbangi dengan pembagian tugas yang baik dan akuntabilitas yang tegas, masa resesi dapat diakhiri dan periode pertumbuhan dapat dimulai,” ucap Berly.

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan, perekonomian Indonesia masih solid dan memiliki daya tahan tinggi terhadap guncangan (resilient), serta akan tetap menggeliat di tengah berbagai gejolak eksternal maupun internal. Menurut dia.pemerintah bisa mengandalkan konsumsi masyarakat dan belanja APBN untuk mendorong ekonomi tumbuh tinggi.

Selama Lebaran, sekitar 47 juta tenaga kerja formal menerima THR. Dengan asumsi rata-rata per karyawan menerima THR Rp 2 juta, bakal ada dana sedikitnya Rp 90 triliun yang siap dibelanjakan, yang mendorong konsumsi terutama untuk masyarakat menengah ke bawah. Menurut Latif, meskipun TNR bersifat temporer, hal itu cukup mendukung kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang telah dikeluarkan sebelumnya.

Seperti.diketahui, pemerintah dan BI telah meluncurkan paket kebijakan yang bertujuan mendorong konsumsi masyarakat. Pemerintah telah menaik-kan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp 24 juta menjadi Rp 36 juta per tahun serta menghapus pajak barang mewah (PPnBM) untuk sejumlah barang. Sedangkan Bank Indonesia menurunkan besaran uang muka untuk kredit properti dan otomotif.

Menurut Deputi Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Yudi Harymukti, memperkirakan kebutuhan uang tunai pada periode Ramadan dan Idul Fitri tahun ini mencapai Rp 119,1-125,2 triliun.

Latif Adam yakin, peningkatan konsumsi yang dibarengi dengan pencairan belanja modal pemerintah bakal mendongkrak pertumbuhan ekonomi selama semester II ini. Latief yakin, pertumbuhan ekonomi pada semester 11-2015 bisa mencapai di atas 5 persen.

Sedangkan ekonom Indef Eni Sri Hartati menjelaskan, tahun lalu perputaran uang selama satu bulan Ramadan dan Lebaran mencapai sekitar Rp 96 triliun- Rp 98 triliun dengan jumlah pemudik mendekati 20 juta orang. Hal itu akan mendorong belanja konsumen secara signifikan. Namun; volume belanja konsumsi menurun dari tahun lalu karena faktor inflasi dan penurunan daya beli.

Karena itu, pemerintah harus menjaga stok pangan dan barang serta menstabilkan harga. “Ini akan membantu pemulihan daya beli masyarakat. Jika produksi dan investasi meningkat, ekspansi ekonomi bisa bagus,” kata Eni.

Bila pencairan belanja modal pemerintah efektif dan tepat waktu, pertumbuhan ekonomi triwulan tiga bisa 5,2 persen dan kuartal IV sekitar 5,4 persen. Dengan demikian, secara keseluruhan tahun ini PDB bisa tumbuh 5,1-5,2 persen.

Ditemui terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menilai, daya tahan ekonomi Indonesia lebih baik. Buktinya, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 4,7 persen pada kuartal I-2015.

Menurut Adhi, sebagian pelaku usaha sudah mengantisipasi perlambatan ekonomi tahun ini. Caranya dengan menyesuaikan produksi dengan penyerapan di pasar. Dari sisi pembayaran THR, dia mengungkapkan, hingga kini tidak ada masalah. Itu artinya, pengusaha bisa meredam potensi gejolak di kalangan karyawan.

Kiriman TKI

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal menyatakan, selama periode Lebaran diperkirakan akan ada dana segar sekitar Rp 140 triliun beredar di masyarakat. Itu didapat dari dana THR Rp 90 triliun plus dana TKI yang dikirimkan ke dalam negeri sekitar Rp 50 triliun.

Dia menjelaskan, mengacu data peserta JHT sebanyak 17 juta orang dengan jumlah iuran mencapai Rp 26-30 triliun per bulan, maka didapat rata-rata upah pekerja formal sekitar Rp 2,3 juta per bulan. “Kalau ada 47 juta tenaga kerja formal, THR-nya bisa mencapai Rp 90 triliun lebih,” kata dia.

Iqbal mengapresiasi perusahaan yang taat membayar THR. “Berdasarkan pantauan posko pengaduan THR di cabang FSPI, sejauh ini tidak ada aduan ketidakcairan THR, namun bukan berarti THR telah cair sepenuhnya,” katanya. [ID/O-2]

» Sumber : Suara Pembaruan, edisi 11 Juli 2015. Hal: A2» Kontak : Latif Adam