dscn2240 resize

dscn2240 resizeJAKARTA, KOMPAS – Bahasa daerah masyarakat adat yang tinggal di perbatasan Indonesia tergerus Hal itu mengancam kelestarian bahasa daerah sebagai warisan budaya Indonesia. Jati diri dan identitas masyarakat adat juga terancam punah.

Hasil penelitian tentang Relasi Komunitas Masyarakat di Perbatasan Timor Leste dan Papua, misalnya, menunjukkan, di berbagai kawasan Indonesia, para penutur bahasa daerah semakin sedikit, yakni hanya berkisar 500 orang. Hasil penelitian itu dipresentasikan di Universitas Indonesia pada Selasa (11/8) di Depok. Jawa Barat

Di Pulau Kisar, Kecamatan Wonreii, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku, yang berbatasan dengan Timor Leste, misalnya, anak-anak suku Oirata kesulitan menggunakan bahasa daerah. “Mereka kesulitan berhitung dan bercakap-cakap dalam bahasa daerah,” kata Nazarudin, peneliti dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Kondisi itu diperparah karena sejumlah media, seperti televisi dan radio, tidak memperkenalkan bahasa daerah. Pengetahuan bahasa Indonesia yang diterima lebih banyak dibandingkan bahasa daerah. “Bahasa Indonesia dan bahasa daerah seharusnya punya porsi masing-masing dan tak saling mengganggu,” katanya.

Keterampilan menulis

Selain itu, para penutur bahasa daerah yang masih ada tidak mempunyai keterampilan menulis yang baik. Akibatnya, upaya mendokumentasikan bahasa daerah sebagai upaya pelestarian budaya semakin sulit.

“Dari 749 bahasa yang ada di Indonesia, hanya sekitar 5 persen yang mempunyai aksara. Mereka tidak mempunyai dokumentasi sehingga sulit diajarkan kepada generasi penerus,” katanya.

Padahal daerah perbatasan menjadi pintu gerbang menuju Indonesia yang mencerminkan kekayaan Tanah Air, termasuk keragaman budaya.

Ia berharap pemerintah pusat dan daerah segera mengupayakan kelestarian budaya dengan menjadikan bahasa daerah sebagai muatan lokal Pemerintah juga perlu mengirimkan fasilitator ke daerah untuk mengajarkan membaca dan menulis.

“Selama ini, bahasa daerah belum dijadikan muatan lokal meskipun berbagai lomba bahasa daerah sudah banyak.” katanya.

Konselor Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Kementerian Luar Negeri Rahmadi U Sukotjo menuturkan, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan negara tetangga dalam pelestarian bahasa daerah. Pengembangan promosi pariwisata Indonesia juga dapat dijadikan alat pelestarian bahasa daerah.

Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong masyarakat memopulerkan penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Ia mencontohkan, di Spanyol, selain bahasa resmi Spanyol, empat bahasa daerah lainnya, di antaranya bahasa Basque dan Valencia, juga dominan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. (B08)

» Sumber : Kompas, edisi 13 Agustus 2015. Hal: 12» Kontak : P2 Kemasyarakatan dan Kebudayaan