1439367198

1439367198Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tercakup dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) saat ini masih memerlukan perbaikan dalam berbagai lini. Sebab, banyak kendala yang dihadapi dalam penerapan JKN tersebut.

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Sri Sunarti Purwaningsih menyebutkan, kendala-kendala dalam implementasi JKN itu meliputi kepesertaan, segi pelayanan, dan pembiayaan. Berbagai kendala itu sebaiknya harus segera diselesaikan oleh pemerintah agar tujuan penyelenggaraan JKN bisa berjalan maksimal.

“Dari kepesertaan, salah satu kendalanya adalah ketiadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) setempat bagi penduduk migran kurang mampu. Pada akhirnya, tidak adanya KTP menyebabkan tidak bisa menjadi peserta program JKN skema penerima bantuan iuran (PBI),” jelas Sunarti saat berbicara dalam kegiatan Diskusi Publik “Menelaah Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN): Manfaat dan Kendala” di Media Center LIPI Jakarta, Selasa (11/8).

Dikatakannya, tim penelitian LIPI sendiri menemukan fakta bahwa pekerja sektor informal cenderung luput dari sasaran peserta JKN. Padahal, sebagian besar berada di posisi borderline (antara miskin dan tidak miskin). “Kerentangan ekonomi pada golongan borderline karena pendapatan yang tidak teratur dan tidak tetap inilah yang memerlukan perlindungan khusus,” katanya.

Terkait layanan, ia menekankan persoalan banyak muncul dari pekerja sektor informal. Mereka bermasalah dengan keterjangkauan layanan kesehatan yang masih belum diatasi sepenuhnya. “Persoalan akses tidak hanya menyangkut keterjangkauan dalam pembiayaan, tetapi kecukupan keterjangkauan, dan penerimaan pada fasilitas kesehatan yang ditunjuk,” jelasnya.

Sosialisasi

Sedangkan segi pembiayaan, Sunarti melihat permasalahan muncul ketika masyarakat masih kurang paham terhadap skema pembiayaan yang ada dalam JKN. Persoalan tersebut kuncinya ada pada sosialisasi.

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Teddy Lesmana menambahkan masih kurangnya sosialisasi terinci kepada masyarakat dan penyedia layanan kesehatan mengakibatkan perbedaan pemahaman mengenai asuransi sosial. “Apalagi di daerah persoalan sosialisasi ini sangat kurang. Kita yang tinggal di perkotaan saja, konsep asuransi itu belum menjadi bagian yang penting. Padahal kalau di negara lain asuransi itu penting,” selorohnya.

Selain itu, Teddy menyoroti pula permasalahan infrastruktur yang belum memadai untuk penyelenggaraan JKN. Dari hasil penelitiannya, seringkali masyarakat di daerah itu inginnya langsung ke tahap lanjut atau rumah sakit besar, padahal ada tingkat pertama (Puskesmas) yang mungkin bisa langsung ke situ dulu.

“Jadi ada masyarakat yang langsung ke rumah sakit provinsi. Akhirnya, ada yang tidak tertampung, karena fasilitas di rumah sakit itu terbatas, sementara yang datang dari mana-mana,” tuturnya.

Keterbatasan infrastruktur itulah yang perlu segera dicarikan solusi, sambungnya. “Sementara, pelayanan dan infrastruktur di Puskesmas sebagai rujukan pertama sendiri memiliki banyak keterbatasan pula,” pungkasnya. (pwd/ ed: isr)

» Sumber : Humas LIPI» Kontak : Kedeputian Bidang IPSK