Judul : Stratifikasi dan Mobilitas Sosial
Penulis : Indera Ratna Irawati Pattinasarany
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor
Terbit : 2016
Tebal : xxii + 178 hlm, 14,5 x 21 cm
ISBN : 978-979-461-920-9
Tak banyak buku teori sosiologi yang membahas tema stratifikasi sosial dan mobilitas sosial secara spesifik seperti ini. Prof Dr Iwan Gardono mengantarkan, karya tersebut merupakan kontribusi penting penulis untuk mengisi kekosongan analisis mengenai stratifikasi dan mobilitas sosial.
Meskipun buku berisi delapan bab ini menyajikan teori-teori rumit dalam sosiologi, namun relatif mudah dipahami. Buku memaparkan secara sistematis teori statifikasi dan mobilitas sosial yang merujuk pada gagasan para pemikir klasik serta modern. Selain itu, secara komprehensif dijelaskan sejarah, model, penelitian, telaah sastra, maupun kebijakan sosial di Indonesia.
Untuk pemikir klasik, Buku menampilkan pikiran-pikiran tokoh-tokoh sosiologi seperti Karl Marx, Max Weber, atau Emile Durkheim. Ide-ide mereka masih dipelajari dan diperdebatkan hingga kini. Marx menjelaskan bahwa stratifikasi sosial terjadi karena adanya kesenjangan dalam relasi kepemilikan alat-alat produksi dan akses terhadapnya dalam masyarakat (hlm 2). Pikiran-pikiran Marx mengenai stratifikasi sosial mulai dari kelas, kepentingan kelas, sampai perjuangan kelas dibahas secara runut.
Dalam pandangan Weber stratifikasi sosial terbentuk karena adanya fenomena ketimpangan distribusi kekuasaan, privilese, dan prestise. Weber memiliki perhatian pada konsep kelas, status, dan kekuasaan (hlm 7). Durkheim dalam perspektif fungsional menyatakan, karakteristik pembagian dan spesialisasi kerja masyarakat modern merefleksikan kondisi stratifikasi sosial memang dibutuhkan masyarakat (hlm 11).
Selain pemikiran klasik, buku juga menghadirkan cetusan-cetusan Ralf Dahrendorf, Erik Olin Wright, Peter Blau, Pitirim Sorokin, dan Randall Collins yang dikategorikan sebagai pemikir teori-teori modern (hlm 13). Teori, konsep, maupun faktor yang berpengaruh terhadap mobilitas sosial dibahas secara ringkas pada bab dua. Misalnya, pengaruh pendidikan terhadap mobilitas sosial paling banyak dianalisis. Pendidikan sebagaimana diungkap Deng dan Treiman (1997) merupakan mesin mobilitas sosial. Crompton (1996) menjelaskan, tingkat industrialisasi dan pendidikan berpengaruh pada mobilitas sosial (hlm 41). Tak salah jika negara ini menganggarkan 20% dana APBN untuk pendidikan, kunci mobilitas sosial.
Buku juga menelaah stratifikasi dan mobilitas sosial merujuk pada karya sastra serta film Indonesia. Untuk karya sastra, ada enam novel yang ditelusuri seperti karya Pramoedya Ananta Toer, Umar Kayam, dan Remy Silado.
Tiap karya tiga sastrawan tersebut dianggap mewakili kondisi zaman tertentu. Karya Pramoedya dan Umar Kayam dianggap merepresentasikan era colonial. Sedangkan tulisan Remy Silado mewakili era reformasi (hlm 100). Kemudian, film Ca Bau Kan wakil era kolonial dan Sang Pemimpi menggambarkan zaman Orde Baru. Dua film tersebut memang menarik perhatian masyarakat karena menarasikan kisah unik.
Pada bagian akhir, buku memaparkan mengenai hasil penelitian mobilitas sosial kelas menengah masyarakat kota di provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dari data Indonesian Family Life Survey. Hasilnya, menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas social, peluang untuk mobilitas semakin besar. Secara prinsip, buku berusaha membuka secara terang kajian stratifikasi sosial dan mobilitas sosial.
Diresensi oleh Anggi Afriansyah, Peneliti di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI
Sumber: http://www.koran-jakarta.com/status-sosial-tinggi-makin-potensial-bermobilisasi/