GUYONAN remaja: “Puasa Ramadan itu tidak hanya menahan angry (marah) lho, tapi juga bird (seksual).” Guyonan ini memperoleh momentum yang tepat dengan keprihatinan banyak orang akan kondisi bangsa Indonesia yang sudah darurat pergaulan bebas. Di sisi lain, datangnya bulan Ramadan merupakan harapan berubahnya masyarakat dengan perilaku seksual terjaga. Ada sesuatu yang sudah berubah drastis dalam masyarakat kita. Penulis ingin mencoba menelusuri akar perubahan itu. Pikiran saya melayang ke 1982, yakni seorang rekan mahasiswi bercelana jins datang menghadiri kuliah di salah satu kampus di Kota Yogyakarta. Dia dilarang mengikuti kuliah oleh dosen, bahkan disuruh pulang. Dia diharuskan mengganti celana jinsnya dengan rok. Celana jins dianggap male style, pemakainya dianggap kelaki-lakian.
Ternyata tidak memakan waktu lama, pemakaian celana jins menyebar ke mana-mana dan menjadi lambang generasi muda yang gesit dan aktif. Tahun 1990-an sudah menjadi pemandangan biasa pemuda pemudi menggunakan celana jins ke ruang publik, termasuk ke kampus. Perubahan ini dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya terkait dengan aktivitas, tetapi juga cara pandang terhadap tubuh (korporealitas). Di masa lalu, orang memandang tubuh sebagai sesuatu yang sakral, yang harus ditutupi sepatutnya. Pandangan ini semakin sempurna ketika tren penggunaan jilbab mewabah di kalangan perempuan. Tubuh ialah sesuatu pemberian Tuhan yang harus diperlakukan sesuai kaidah religius. Manusia bersikap menghormati tubuh sebagai sesuatu yang suci. Pernikahan merupakan pranata resmi yang harus ditempuh sebelum berhubungan dengan lawan jenis. Bahkan, sentuhan fisik dengan lawan jenis pun harus diupayakan seminimal mungkin sebelum memasuki jenjang pernikahan. Bersamaan dengan derasnya globalisasi, yang di antaranya semakin gencarnya adopsi fesyen ala western, pakaian-pakaian yang relatif menonjolkan bagian tubuh tertentu dan cenderung membuka sebagian tubuh menjadi tren di kalangan masyarakat. Salah satu dampak globalisasi ialah desakralisasi terhadap tubuh. Tubuh ialah milik pribadi (private property) yang kita sendiri memutuskan penggunaannya. Tubuh hanyalah dilihat sebagai materi profan, benda biasa seperti benda-benda lainnya yang seyogianya dinikmati untuk memperoleh kebahagiaan.
Penulis: Andy Ahmad Zaelany Peneliti Puslit Kependudukan LIPI
– See more at: http://www.mediaindonesia.com/news/read/50926/otonomi-tubuh-dan-perilaku-seksual/2016-06-15#sthash.HYHbOWJZ.dpuf