Seiring dengan meningkatnya proyek-proyek pembangunan yang menggunakan skema Penanaman Modal Asing (PMA), keberadaan tenaga kerja asing (TKA) ternyata memunculkan sejumlah tantangan. Hasil kajian Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPSK-LIPI) menggarisbawahi bahwa kehadiran TKA tanpa peraturan yang ketat memicu maraknya TKA ilegal di Indonesia. Demikian disampaikan oleh Devi Asiati yang merupakan Koordinator Penelitian, di Media Center LIPI, pada 13 Juli 2017.
Lebih lanjut, peneliti yang sehari-hari bekerja di Pusat Penelitian Kependudukan (P2K-LIPI) tersebut memaparkan bahwa Indonesia lebih banyak menerima TKA dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Fakta ini sepertinya merupakan konsekuensi dar tingginya nilai investasi RRT dibandingkan dengan negara lain yang mendorong lonjakan TKA asal RRT dari 873 jiwa (2015) menjadi 4236 jiwa (2016). Dalam dua tahun terakhir, jumlah TKA RRT naik secara drastis, bahkan mencapai empat kali lipat.
Pertanyaannya, apakah semua TKA bersifat legal? Data lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tahun 2016, LIPI menunjukkan adanya 1.383 TKA ilegal yang terdiri dari 60% TKA yang bekerja tanpa Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) serta 40% yang melakukan penyalahgunaan jabatan. Kendati tidak ada data pasti tentang jumlah TKA asal RRT, pelanggaran paling banyak ternyata dilakukan oleh TKA asal RRT yang jumlahnya mencapai 24% dari seluruh pelanggaran atau sekitar 7.787 orang.
Pemerintah Indonesia sebenarnya menghadapi tantangan dalam mengelola keberadaan TKA. “Perubahan Permenaker No. 12 Tahun 2013 menjadi Permenaker No. 16 Tahun 2015 yang kemudian diubah lagi menjadi Permenaker No. 35 Tahun 2015 justru memberikan celah maraknya TKA ilegal,” kata Devi. Menurutnya, peraturan tersebut justru berpotensi memunculkan TKA ilegal ke Indonesia karena (a) membebaskan prasyarat dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia serta (b) menghapuskan rasio TKA dengan tenaga kerja lokal.
Tantangan lain adalah belum maksimalnya pengawasan TKA oleh pemerintah Indonesia. Hingga tahun 2017 ini, jumlah pengawas TKA (2.294 orang) belum sebanding dengan jumlah TKA di Indonesia (71.025 orang), terlebih dengan adanya TKA ilegal. Lebih beratnya, tenaga pengawas tersebut juga harus mengawasi sejumlah 216.547 perusahaan. Dampaknya, penegakan hukum menjadi kurang efektif.
Menjawab berbagai tantangan TKA, terlebih TKA ilegal, pemerintah Indonesia perlu melancarkan strategi. “Pemerintah perlu melakukan kajian penggunaan TKA dalam PMA berdasarkan jenis dan nilai investasi untuk mendorong pasar tenaga kerja lokal. Kebijakan bebas visa perlu ditinjau kembali. Optimalisasi pengawasan TKA perlu digalakkan. Selain itu, Permenaker No. 35 Tahun 2015 juga perlu direvisi,” tegas Devi mengakhiri paparannya. (Aulia Hadi)