Forum tersebut mewadahi sekitar 218 orang Profesor Riset yang masih aktif di Indonesia pada saat ini. Jumlah Profesor Riset secara nasional sekarang ini sekitar 2,27 % dari 9.685 jumlah peneliti nasional.
Pembentukan Forum Profesor Riset Nasional sendiri berlangsung dalam rangkaian kegiatan Seminar bertajuk “Kebijakan Pendanaan Riset Nasional yang Implementatif untuk Mewujudkan Daya Saing Bangsa sesuai Nawacita dan Pembentukan Forum Profesor Riset Nasional” pada 8-9 November 2017.
Untuk diketahui, susunan kepengurusan Forum Profesor Riset Nasional terdiri dari pembina adalah LIPI. Kemudian, Ketua adalah Prof. Dr. Syamsuddin Haris (LIPI); Wakil Ketua, Prof. Tahlim Sudaryanto (Kementerian Pertanian); Sekretaris Jenderal, Prof. Dr. I Made Sudiana (LIPI); Bendahara Umum, Prof. Dr. Bambang Widarsono (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral). Untuk melancarkan aktivitas forum, organisasi ini juga dibantu Koordinator Wilayah Kementerian/Lembaga.
Lalu, apa harapan LIPI setelah Forum Profesor Riset Nasional terbentuk? Prof. Dr. Bambang Subiyanto, Pelaksana Tugas Kepala LIPI mengatakan, harapannya ialah pembentukan forum tersebut, salah satunya dimaksudkan untuk menjaga dan mengembangkan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Sebab, penguasaan Iptek merupakan salah satu prasyarat yang sangat penting bagi suatu bangsa untuk meraih kemakmuran dan bekal ikut serta dalam pergaulan dengan bangsa lain.
“Iptek harus menjadi bagian integral dari pembangunan sosial, ekonomi, dan politik. Iptek harus ikut mewarnai proses pengambilan keputusan politik dan investasi. Oleh karena itu, peran peneliti dengan landasan etika yang kokoh sangat diperlukan dan harus menjadi kunci kesuksesan bangsa,” tekan Bambang.
Revisi UU
Di lain hal, Bambang menyoroti pula tentang Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. UU tersebut sekarang tengah dalam proses revisi dan ke depan diharapkan akan lebih baik. Utamanya dalam koordinasi level perencanaan dan implementasi, yaitu Kebijakan Strategi Nasional (Jakstranas) Iptek belum masuk dalam siklus tahunan anggaran dan belum masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), sehingga Jakstranas belum diacu oleh lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang).
Menurutnya, hal lain yang perlu mendapat revisi dari UU No. 18/2002 adalah masih perlunya perbaikan koordinasi pelaksanaan Jakstranas. Kemudian sisi lainnya adalah aspek pembinaan sistem Litbang dan penerapan Iptek masih perlu diperbaiki karena belum ada mekanisme yang jelas dalam pembinaan kelembagaan Iptek di Indonesia, termasuk perlunya pendaftaran lembaga Litbang, dan akreditasi Pranata Litbang.
Bambang ke depan mengharapkan, adanya revisi UU atau UU yang baru akan menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan Iptek melalui sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek yang menyeluruh dan saling terkait satu sama lain. “Sehingga pengembangan Iptek nasional bisa berjalan secara efisien, efektif, terpadu, terorganisasikan dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan serta daya saing nasional,” tuturnya.
Sementara terkait peran Forum Profesor Riset Nasional, Bambang berharap agar para anggotanya berperan aktif dalam penguatan Iptek nasional melalui dukungan dalam revisi UU tersebut. Lalu secara lebih luas lagi, dia menjelaskan, Forum tersebut diharapkan menjadi wadah dalam menyampaikan pertimbangan dan saran kepada pemerintah sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan nasional yang mandiri dan berdaulat.
Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Peneliti LIPI, Prof. Dr. Dwi Eny Djoko Setyono menambahkan, Forum Profesor Riset Nasional diharapkan mampu mendorong para profesor riset berkiprah dan ikut berkontribusi dalan tiga hal penting. “Pertama adalah memelihara kepercayaan masyarakat kepada peneliti terutama Profesor Riset. Kedua, memacu kreativitas peneliti lain di bawahnya. Dan ketiga, mampu menegakkan standar profesional dan kaidah etika dalam penelitian ilmiah,” tutupnya. (pwd,swi)
Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI
Sivitas Terkait : Prof. Dr. Ir. Dwi Eny Djoko Setyono M.Sc.