Hingga Sabtu (25/4) tercatat telah ada 8.211 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Sebanyak 6.520 orang dalam perawatan, 1.002 orang dinyatakan sembuh dan 689 meninggal dunia. Pemerintah resmi menetapkan wabah virus corona (Covid-19) sebagai bencana nasional.

Penetapan status bencana nasional itu tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana pada 26 April semestinya menjadi momentum untuk menyadari perlunya pemahaman mitigasi bencana di semua aspek.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, membagi bencana dari bencana alam, nonalam dan sosial. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Dalam hal ini Covid-19 termasuk bencana nonalam yang sudah ditingkat pandemi sesuai dengan pernyataan WHO.

Meski Indonesia pernah mengalami wabah flu burung beberapa tahun lalu, namun tidak membuat pihak-pihak yang terkait lebih sigap saat ancaman pandemi Covid-19 sudah di depan mata. Hal ini kemudian memunculkan dampak sosial sebagai imbas kurang siapnya mengantisipasi pandemi ini, seperti kepanikan masyarakat serta masalah-masalah sosial yang kemudian muncul.

Padahal masyarakat Indonesia punya modal sosial yang telah terbukti mempercepat pemulihan bencana, seperti saat tsunami Aceh 2004, gempa bumi Jogja tahun 2006, dan erupsi Merapi 2010. “Modal sosial termasuk jejaring sosial dan rasa saling percaya memegang peranan yang penting dalam mitigasi maupun percepatan penanganan bencana,” ungkap Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Herry Yogaswara.

Herry menjelaskan, modal sosial lahir dari situasi kebersamaan yang tidak dipaksakan, sehingga anggota komunitas menjalankannya dengan kerelaan yang tinggi. “Kepemimpinan lokal dan budaya saling bantu sebetulnya masih hidup dalam banyak komunitas. Melalui pemberitaan kita saksikan ketika ada keluarga yang isolasi mandiri, tetangga lainnya membantu. Sebelum pemerintah menginisiasi Pembatasan Sosial Berskala Besar, anggota masyarakat saling bantu meneydiakan sembako maupun makanan,” paparnya.

Dirinya mengingatkan, upaya menguatkan modal sosial masyarakat perlu dilakukan oleh pemerintah dalam situasi pencegahan Covid19 ini. “Kepemimpinan yang menjadi teladan sangat penting, karena budaya yang menghargai contoh masih hidup dalam kehidupan bangsa Indonesia,” ujarnya.

Sebagai bagian dari percepatan penanganan Covid-19, LIPI membentuk Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di lingkungan LIPI. Gugus tugas ini bertugas memobilisasi seluruh sumber daya kepakaran di berbagai bidang juga fasilitas penelitian LIPI untuk membantu pencegahan penyebaran Covid-19 di berbagai aspek.

Salah satunya dilakukan di fasilitas  laboratorium Bio Safety Level-3 yang berada di Cibinong, Jawa Barat. “Di laboratorium ini kami melakukan Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction untuk mendukung deteksi SARS CoV-2”, jelas Ratih Asmana Ningrum, peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI sekaligus Manajer Laboratorium Bio Safety Level-3.

Tidak hanya itu, menurut Ratih, BSL-3 juga terlibat dalam beberapa kegiatan riset yang beragam. “Selain mendeteksi virus SARS CoV-2, kami juga mulai mengembangkan vaksin rekombinan. Kemudian untuk kegiatan riset yang lain diantaranya, pembuatan kit deteksi SARS CoV-2 berbasis antibody dan berbasis molekuler dengan metode Loop Mediated Isothermal Amplification atau LAMP, whole genome sequencing untuk virus SARS CoV-2, uji klinis imunomulodulator dari herbal untuk Covid-19, antivirus SARS CoV-2, uji berbagai alat sterilizer seperti robot AUMC, dan sebagainya,” tutupnya.

Sumber : Biro Kerja Sama, Hukum, dan Humas LIPI

Sivitas Terkait : Dr. Herry Jogaswara MA