webinar gender

webinar genderJakarta, Humas LIPI. Pandemi COVID-19 tidak lepas dari perhatian masyarakat umum, lebih khusus bagi seorang kepala daerah yang dipimpin perempuan.   “ Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai  lembaga riset telah melakukan kajian terkait peran pemimpin perempuan sebagai Gubernur/Bupati atau Walikota dalam penanggulangan kemiskinan dan Pandemi dalam kebijakan berperspektif gender”, tutur Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusian LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti, yang disampaikan secara daring saat membuka acara diskusi “Perempuan Kepala Daerah dan Kebijakan Berperspektif Gender dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pandemi COVID-19”, pada Selasa (30/6) lalu.

Nuke menjelaskan, Penelitian gender cukup menarik pada tataran akademis dan praktis dalam mengeksplor perempuan daerah. Adapun dalam tataran teori ada sesuatu yang dipercaya bahwa pemimpin perempuan mempresentasikan perempuan secara deskriptif. Kepala daerah perempuan dalam pengambilan keputusan, kebijakannya dipengaruhi oleh latar belakang politik masing-masing pimpinan daerah. “ Sehingga, diperlukan kolaborasi antar pimpinan di daerah untuk menentukan kebijakan yang sama dalam penanggulangan kemiskinan dan pandemi COVID-19”, jelas Nuke.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Kurniawati Hastuti Dewi, mengatakan komitmen politik perempuan sangat penting. “Diskursus baru bahwa perempuan itu bukan sebagai korban tetapi perempuan memiliki karakteristik yang unik dan perempuan itu bukan homogen.”, ungkapnya. Dirinya menerangkan berdasarkan kajian secara kualitatif, bahwa perempuan dapat mengeksplor dirinya lebih luas, agar aspirasinya di dengar.

“Jika perempuan menjadi kepala daerah, background akademik sangat berpengaruh pada persoalan-persoalan perempuan di daerahnya. Modal sosial bisa dimaksimalkan dengan cara mengkapitalisasi modal individu, contoh dalam konteks partai, pebisnis, dan lain-lain bisa bersinergi dengan organisasi perempuan”, sebut Hastuti.

Studi, Kepala daerah perempuan saat menerapkan kebijakannya, ada tiga pendekatan dalam kemiskinan: (1) Kebutuhan dasar:  kemiskinan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (standar hidup minimal); (2). Kemampuan: perampasan kemampuan dasar (kekurangan kesempatan, pentingnya kebebasan yang sama); (3). Multi dimensional:  tidak kekurangan salah satu dari tiga dimensi, yaitu: kesehatan, pendidikan, standar hidup minimal.  

Ditinjau dari perspektif gender, kemiskinan tidak hanya dalam dimensi rumah tangga berupa pendapatan minimum dalam unit keluarga, namun melihat bagaimana dinamika di dalam rumah tangga. “ Keberagaman dan dinamika dalam keluarga, berdasarkan analisis  dapat mengungkapkan pola ketidakadilan gender, seperti alokasi, akses dan kontrol dari sumber daya yang ada dalam rumah tangga”, tutup Hastuti. (shm/ed.mtr)