Jakarta – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PMB) melaksanakan Forum Diskusi Budaya Seri 33, dengan tema Preparing Indonesian Youth: A Review of Educational Research. “Pada tahun 1990-an, tema ini menjadi salah satu fokus kajian yang pernah dilakukan PMB (saat masih di bawah naungan LIPI) dengan riset tentang anak muda di Indonesia. Ditinjau dari berbagai perspektif, khususnya sosial budaya,” kata Lilis Mulyani Plt. Kepala PMB saat memberikan sambutan, di Jakarta (28/3).
“Tema ini kembali aktual, kita menghadapi kondisi demografi penduduk Indonesia. Tahun 2020, kelompok umur muda generasi Z usia 8 sampai 23 tahun, mencapai 75 juta orang, atau 28% dari total penduduk indonesia. Kemudian generasi milenial usia 24-39 tahun, menempati urutan ke dua dengan jumlah 69 juta, atau 26% dari total penduduk Indonesia,” lanjut Lilis.
Dijelaskan Lilis, jika keduanya digabungkan, lebih dari 50% total penduduk Indonesia, artinya penduduk Indonesia lebih besar struktur anak mudanya. Tentunya ini menjadi tantangan buat bidang pendidikan, maupun bidang-bidang lain pada sosial budaya. Baik di Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Humaniora (OR-IPSH), PMB, maupun di BRIN.
Kolaborasi yang dilakukan dalam riset, dengan tema-tema terkait anak muda, dan tantangannya. “Hal ini menjadi prioritas BRIN. Kami mengundang periset untuk berkolaborasi, melakukan riset dengan tema-tema yang sangat aktual,” tuturnya.
Pada bulan Agustus nanti, PMB bekerja sama dengn ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura akan menyelenggarakan konferensi internasional. “Tema yang diusung, mengenai bagaimana disrupsi yang terjadi, pada generasi milenial dan generasi Z. Akan membawa perubahan sangat drastis, baik dalam kehidupan sosial budaya, ekonomi, maupun religiusitas bangsa Indonesia,” ungkap Lilis.
Bagaimana generasi muda ini dapat terkoneksi, dan memiliki concern yang sangat mengglobal. “Ternyata dengan bantuan disrupsi teknologi juga, generasi Z dan milenial ini relatively native dengan teknologi digital, termasuk internet. Mereka juga memiliki concern terhadap isu-isu yang sifatnya global, seperti isu lingkungan, juga pendidikan,” lanjutnya.
Lilis menuturkan, disrupsi teknologi dan disrupsi yang diakibatkan oleh pandemi Coivd 19, telah mempercepat proses-proses perubahan. Meningkatkan berbagai bentuk inovasi sosial, yang dibuat untuk mengatasi persoalan fisical distancing, termasuk bidang pendidikan.
“Ada berbagai bentuk inisiatif yang dilakukan, misalnya aplikasi untuk belajar bahasa yang dibuat oleh generasi muda,” papar Lilis.
Bentuk-bentuk pendidikan yang baru, dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat ini, juga perlu riset dengan pendekatan yang berbeda. Tidak hanya dari sisi karakter anak mudanya, tapi dari sisi berbagai perubahan yang cepat, yang telah terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Llilis berharap, hasil dari diskusi ini akan menjadi pembuka kolaborasi yang lebih luas, baik peneliti di PMB BRIN, Monash University, maupun di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Forum Diskusi Budaya (FDB) Seri 33, menghadirkan berbagai diskusi dari beragam sumber, seperti: hasil penelitian, buku, tulisan jurnal, web, dan berbagai bentuk hasil peneltian lainnya. FDB Seri 33 ini juga, mendiskusikan sebuah buku berjudul Preparing Indonesian Youth: A Review of Educational Research. (NS)