Jakarta – Humas BRIN. Bicara perubahan iklim, tidak hanya pada konteks bagaimana peran negara, memberikan berbagai kebijakan. Namun, bagaimana masyarakat di level bawah juga, terlibat dalam upaya untuk mengurangi dampaknya.

Pemahaman terhadap kesadaran dampak perubahan iklim, diharapkan sudah dimulai dari kalangan generasi muda, terutama di dunia pendidikan. Sehingga akan menyulut semangat dari kalangan generasi muda, khususnya para pelajar.

Hal ini disampaikan Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nawawi, saat membuka webinar dalam rangka memperingati Hari Bumi 2022, Rabu (22/04) di Jakarta. Webinar ini membahas bagaimana investasi yang dilakukan, dalam menghadapi perubahan iklim khususnya melalui adaptasi di Indonesia. Mengangkat tema Investasi untuk Planet Bumi: Komitmen Indonesia dalam Mengurangi Risiko Dampak Perubahan Iklim, “Webinar ini menarik karena membahas satu tema, terkait dengan bagaimana Indonesia menghadapi perubahan iklim,” kata Nawawi. Menurutnya, tema ini dipilih untuk mengetahui sejauh mana program, dan kebijakan pemerintah. Mengarah pada upaya mengurangi kerentanan, meningkatkan kapasitas, dan beradaptasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Lebih jauh Nawawi menjelaskan, fenomena perubahan iklim di Indonesia, masih berkutat pada bagaimana kita menuntut pemerintah, dan upaya-upaya apa yang akan dilakukan. Namun, jika melihat di tingkat masyarakat, pemahaman mereka masih sangat minim. “Praktek-praktek yang mendukung untuk mengurangi dampak perubahan iklim di level masyarakat, masih sangat kurang,” ungkap Nawawi.

“Ini sesuatu yang menarik, kalau kita membicarakan regenerasi. Pastinya nasib bumi ini juga ditentukan oleh mereka, yang saat ini sedang berada di bangku sekolah,” imbuh Nawawi.

Peneliti dari PRK BRIN Gusti Ayu Ketut Surtiari memaparkan, menurut Laporan IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change), aktivitas manusialah yang membuat iklim ini menjadi semakin parah.

Jadi, sebenarnya kehancuran kita itu disebabkan oleh kita sendiri. Disebutkan juga, perubahan iklim akan mengancam kehidupan umat manusia, dan kesehatan planet bumi. Secara keseluruhan, termasuk di dalamnya ekosistem.

“Ekosistem itu, mendukung kehidupan kita. Jika ekosistem rusak, kita yang akan mengalami ancaman. Penundaan untuk bertindak, hanya akan menyebabkan hilangnya kesempatan kita, untuk menjamin hidup layak di masa depan,” tegas Gusti Ayu.

Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mengurangi risiko tersebut, sudah banyak dilakukan, yaitu dengan adaptasi perubahan iklim. Bahkan, menurut laporan NDCs yang baru, komitmen untuk melindungi penduduk Indonesia dilakukan secara progresif. Mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas, untuk menghadapi perubahan iklim. Langkah konkret yang sudah dilakukan, dengan mengalokasikan anggaran APBN, untuk program adaptasi perubahan iklim. Saat ini, ukuran yang digunakan adalah upaya mengurangi kerugian, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Namun, berbagai masalah masih kerap muncul, mengingat adaptasi bersifat sangat dinamis dan spesifik, untuk lokasi dan waktu tertentu. Adaptasi membutuhkan program yang komprehensif, sehingga dapat dilakukan tindakan pengurangan sensitivitas. Peningkatan kapasitas di berbagai tingkatan, mulai dari individu, rumah tangga, hingga level komunitas di tingkat regional. (arial/ed. ns)