Jakarta – Humas BRIN. “Isu penggunaan teknologi, atau aplikasi di dalam pengelolaan sampah penting. Hal ini karena sistem pengelolaan sampah, terutama di negara kita, relatif tidak bergerak dari problem yang serupa. Jumlah sampah tetep meningkat, meskipun berbagai upaya untuk melakukan pengurangan, seperti reuse maupun recycle dikampanyekan, tidak berhasil,” kata Rusli Cahyadi Koordinator Kegiatan Urban Lecture pada acara P2K-Urban Lecture Series 16. Kegiatan dilaksanakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Kependudukan, dengan mengusung tema Smart Urban Waste Management, melalui online meeting, Jumat (27/05).

Rusli menyatakan cara-cara yang menggunakan teknologi, harusnya lebih banyak dipergunakan oleh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat kita sangat familiar dengan gadget, teknologi, dan aplikasi, sebagai satu potensi yang bisa dikembangkan, untuk mengatasi problem sampah di perkotaan. “Di sisi lain, mengelola sampah harus menjadi bagian dari gaya hidup, bagian dari sesuatu yang dianggap keren oleh anak muda. Ada anak muda yang sudah mulai mengepul sampah, terutama sampah yang bisa didaur ulang. Mereka membuat lokasi, atau tempat penampungan yang bagus, bersih, dan wangi,” jelasnya.

Krismiyati Tasrin peneliti Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa dan Konektivitas OR TKPEKM-BRIN, dalam pengantarnya mengatakan, kalau bicara tentang pengelolaan sampah pintar perkotaan, mengacu pada sistem apa pun yang menggunakan teknologi.

“Dengan demikian pengelolaannya lebih efisien, hemat biaya, dan ramah lingkungan. Sistem ini dilengkapi dengan teknologi pemantauan yang mengumpulkan, dan melacak data real time,” lanjut Krismiyati.

Krismiyati menambahkan, peningkatan produksi sampah perkotaan, disebabkan oleh laju urbanisasi, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kemudian, perilaku konsumtif, dengan peningkatan tren belanja online. Menghasilkan sampah yang didominasi oleh plastik, dan berbagai material pembungkus paket.

Pengelolaan sampah perkotaan memerlukan teknologi, lanjut Krismiyati, karena sistem pengelolaan sampah tradisional tidak mampu menangani sampah yang dihasilkan. Untuk menjembatani kesenjangan, perlu mengadopsi teknologi pengelolaan sampah cerdas, yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sampah perkotaan.
Dalam kegiatan ini, menampilkan dua narasumber lainnya, pendiri start up berbasis digital, yaitu Fazrin Rahman Ceo QYOS, dan M. Hafiz Waliyuddin Ceo Angkuts.

QYOS didirikan tahun 2020, start up digital yang menyediakan stasiun refill otomatis, untuk produk rumah tangga, ditempatkan di berbagai toko, daerah lingkungan masyarakat. QYOS berfokus untuk mengurangi sampah plastik dari hulu, bekerja sama langsung dengan produsen.

Menurut Fazrin, refill menjadi model yang mudah diadopsi, baik oleh produser atau retailer. Dengan model refill, produsen akan tetap berfokus memproduksi high quality bulks, sebagai tugas utama mereka. Dari sisi retailer mereka bisa berfokus, untuk mendistribusikan produk-produk, dengan harga yang masuk akal.

Sementara itu, perusahaan Angkuts merupakan aplikasi logistik, awalnya membantu masyarakat untuk melakukan pengangkutan barang, secara mudah, aman dan terpercaya. Tahun 2016 awal Angkuts terbentuk, menerima jasa pengangkutan orang, barang, makanan, dan angkut sampah. “Tahun 2019 berganti kegiatan menjadi jasa angkutan sampah, dengan metode driver kemitraan. Salah satu visi dari Angkuts untuk meningkatkan income dari kemitraan driver, dan meningkatkan kesejahteraan mereka,” urai Hafiz.

Tahun 2022, melakukan kegiatan jasa angkutan sampah berlangganan. Ke depannya, sedang mengembangkan fitur jasa sekali angkut, dan aplikasi bank sampah. “Kita ingin mengembangkan bank sampah binaan pemerintah yang sudah tersedia,” pungkasnya. (ns/ed: and)