Surabaya – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama dengan Universitas Hang Tuah Surabaya tempuh diskusi sebagai upaya penjajakan kerja sama kedua pihak, Jumat (24/06). Kegiatan diskusi dilakukan oleh Tim Peneliti Bidang Pertahanan dan Keamanan, Direktorat Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan dengan para akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Diskusi ini bertujuan untuk melengkapi data penelitian mengenai Strategi Pertahanan Indonesia 25 Tahun ke Depan, terkait Evaluasi Minimum Essential Force/MEF.
Dalam diskusi, Koordinator Fungsi Hankam BRIN, Gerald Theodorus L. Toruan menjelaskan terkait tujuan, batasan, dan ruang lingkup yang menjadi topik bahasan. “Pentingnya diskusi kali ini untuk mendengar pendapat Bapak/Ibu dari sisi akademisi, yang tentu juga berperan penting dalam melengkapi data penelitian,” jelas Gerald.
Dekan FISIP Universitas Hang Tuah, Edi Suhardono, menyambut baik kedatangan tim peneliti BRIN. Ia berharap, agar diskusi ini tidak hanya sekadar menggali data, tapi juga memberikan tindak lanjut kerja sama dalam bidang penelitian. “Sebagai negara maritim dan bentuk dukungan untuk Indonesia Maju tahun 2045, sudah saatnya cara pandang kita harus bergeser ke wilayah maritim,” ungkapnya. Sebab, menurutnya, MEF adalah suatu kebijakan untuk membangun pertahanan negara ke depan. Ini adalah roadmap yang relevan dan wajib dipertahankan demi membangun kekuatan untuk mencapai tujuan,” imbuhnya.
Menanggapi topik pembahasan tersebut, Guru Besar FISIP UHT, Mas Roro Lilik Ekowanti, menekankan pentingnya mempertahankan kebijakan MEF karena ancaman yang sifatnya sudah ada di depan mata. Menurutnya, suatu kebijakan yang baik adalah kebijakan yang predictable. Hal itu mampu meramalkan yang akan terjadi dan mengantisipasi ancaman ke depannya. “Kami sangat berharap BRIN mampu dengan tegas memfasilitasi,” harap Lilik. Guru besar FISIP tersebut juga berharap MEF bisa menjadi prioritas yang patut dikawal di atas kepentingan lainnya.
Analisis kebijakan menjadi poin penting dalam perkembangan kemampuan pertahanan. Dari sisi akademisi, dikaji enam parameter utama. Hal tersebut antara lain logistik, efektivitas, kelembagaan, legitimasi, dan efisiensi/ anggaran. Keenamnya harus mampu saling bersinergi untuk menciptakan sistem pertahanan yang mumpuni. Diskusi tersebut sekaligus menjadi kunjungan penutup dalam upaya pengumpulan data penelitian bidang pertahanan dan keamanan di Surabaya. Data-data ini nantinya akan disusun menjadi suatu naskah kebijakan yang akan diberikan kepada Bappenas dan Kementerian Pertahanan, sebagai referensi dan dasar penentuan kebijakan. (ab/ed: sao)