Jakarta – Humas BRIN. Perubahan iklim merupakan fenomena yang mulai dirasakan oleh masyarakat global, termasuk Indonesia. Berbagai bencana alam terjadi seperti kekeringan panjang, kebakaran hutan, tanah longsor, dan lainnya berkaitan dengan perubahan iklim di dunia. Untuk membahas lebih lanjut, Pusat Riset Kewilayahan (PRW), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar acara Webinar Areascape Vol #12 yang bertajuk “Climate Change, Crisis or Challenge? A Discursive Approach to Natural Disaster, Senin (06/03).
Acara yang dilaksanakan secara hybrid di ruang meeting Widya Graha, BRIN Gatot Subroto dan zoom meeting ini dipandu langsung oleh Kepala PRW, Fadjar Ibnu Thufail. “Webinar Areaspace ini merupakan salah satu forum untuk mendiskusikan hasil-hasil kajian di PRW,” ujar Fadjar dalam pengantar pembukaan acara. Kali ini, PRW mengundang narasumber dari Radboud University, Nijmegen, Frans Wijsen.
Frans Wijsen, di awal paparannya mengatakan, Indonesia adalah salah satu negara yang menghadapi berbagai macam bencana alam. Bencana alam dapat terjadi karena faktor manusia atau faktor alam itu sendiri. Penipisan ozon, efek polusi zat-zat toksik terhadap ekosistem global yang terus terjadi, serta degradasi lingkungan perairan dan laut merupakan sebagian dari penyebab terjadinya perubahan iklim. Akibatnya, tak dapat dipungkiri bahwa perubahan iklim memicu terjadinya bencana alam.
“Tantangan terkait lingkungan dalam perubahan iklim sifatnya global, namun ditafsirkan dalam berbagai cara oleh para pemangku kepentingan yang berbeda,” ujar Frans. Dalam menghadapi perubahan iklim, “Indonesia juga merupakan pemain penting dalam negosiasi terkait perubahan iklim Internasional,” imbuhnya.
Di akhir paparan, Frans menyimpulkan, sesuai dengan definisi tentang alam dan bencana alam, sebagai penelitian non-manusia, menunjukkan batas antara alam dan manusia tidak tetap tetapi cair. Untuk manajemen bencana, ini menyiratkan bahwa bencana tidak hanya dimitigasi oleh lebih banyak pengetahuan atau lebih banyak uang. Akan tetapi juga dengan membentuk koalisi wacana, konsensus, dan kompromi antara berbagai pemangku kepentingan. (RPS/ed: And)