Jakarta – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menargetkan adanya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek berkualifikasi S3 untuk mengakselerasi kualitas dan kompetensi SDM Iptek menjadi SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045. Program yang digulirkan antara lain Program Beasiswa Post-doctoral yang merupakan program pengembangan kapasitas SDM melalui mobilitas periset dalam bentuk kolaborasi riset yang dilaksanakan di dalam maupun luar negeri.
Untuk membagi pengalaman bagaimana agar dapat diterima pada Program Post-doctoral (S3), Pusat Riset Hukum (PRH), Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) mengadakan kegiatan Workshop High Degree Research yang merupakan program Visiting Researcher di BRIN.
Di dalam kegiatan kali ini mendatangkan Prof. Shawkat Alam dari Macquarie University Australia. Shawkat akan memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada para peserta dalam mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa lolos dalam mengikuti Program tersebut di Australia. Demikian disampaikan Kepala PRH, Laeli Nurhidayati dalam pembukaannya di Kantor BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (31/05). Laeli juga menceritakan pengalaman pribadinya saat memulai persiapan hingga lulus Program tersebut di Macquarie University Australia di bawah bimbingan Prof. Shawkat Alam.
“Apa yang disampaikan Laeli adalah suatu best practice dan real story yang dapat memberikan gambaran proses dalam mengikuti Program Post-doctoral di Macquarie University Australia,” tutur Shawkat. Selain itu peserta harus bisa membuat proposal yang baik dan menarik saat dibaca oleh calon pembimbing (supervisor) dari kampus tujuan. Beberapa yang harus diperhatikan antara lain proposal penelitian harus spesifik atau memiliki kekhususan. Juga bagaimana metodologi yang baik dalam pembuatan proposal, serta referensi-referensi yang cukup dan terpercaya di skala internasional.
Peserta sangat antusias hingga seluruh yang hadir bertanya secara langsung tentang tips untuk membuat proposal yang baik dan benar, situasi dan kondisi kampus tujuan, juga beberapa contoh kendala yang dikatahui dari beberapa rekan sebelumnya dan sebagainya. Salah satu peserta, Tatik yang merupakan peneliti PRH menanyakan apakah mungkin jika S2 bukan dari degree by research lalu mengambil Program Post-doctoral, yang ternyata langsung di jawab tidak bisa oleh Shawat. Sementara Dwi Martiningsih menanyakan batasan usia untuk pengajuan program dan dijawab sebetulnya tidak ada batasan usia, hanya umumnya selama pengalaman yang ada masih dimungkinkan sampai usia maksimal 65 tahun. Secara keseluruhan pertanyaan peserta dijawab secara lengkap dan lugas oleh Shawat. Pada sesi akhir Ia juga menyampaikan usulan kepada Kepala PRH untuk menyelenggarakan boothcamp selama 7 hari bagi para peneliti yang akan memasukkan proposal penelitiannya. Ia juga mengutarakan dirinya berkenan menjadi personal reviewer sebelum proposalnya “submit” dalam progam Post-doctoral di Australia. Seluruh peserta sangat setuju dan Kepala PRH akan mempertimbangkan dan menyampaikan usulan ini untuk mengambil langkah kebijakan pimpinan. (aseps/ed:And)