Jakarta – Humas BRIN. Membangun atau menjaga fundamental Makro Ekonomi menjadi tantangan yang luar biasa dan menjadi tugas kita semua. Hal tersebut antara lain menjaga stabilitas makro integritas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, maupun Kementerian Keuangan. Demikian kata sambutan Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM), Agus Eko Nugroho, pada kegiatan Macroeconomics and Finance (MAFIN) TALKS seri 1, Rabu (15/06).
Pada acara kali ini tema yang dibahas yaitu “Kebijakan Makro Ekonomi dan Keuangan Pasca Pandemi Covid-19”. Agus mengatakan, melalui diskusi semacam ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas. Kegiatan tersebut bisa menjadi input kebijakan dan pandangan-pandangan yang komprehensif bagi upaya membangun stabilitas Makro Ekonomi di tengah ketidakpastian.
Acara tersebut merupakan kolaborasi kegiatan antara Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan (PR EMK) – OR TKPEKM dengan Direktorat Kebijakan Ekonomi Ketenagakerjaan dan Pengembangan Regional – Kedeputian Bidang Kebijakan Pembangunan. Forum diskusi ini menghadirkan pembicara, Inka B. Yusgiantoro, Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan (DRJK) – OJK dan Zamroni Salim, Kepala PR EMK.
Dalam paparannya, Inka mengatakan sektor Jasa Keuangan biasanya baru mendapatkan dampak transmisi yang terakhir, pertama kali sumbernya itu ada di sektor eksternal. Apa yang saat ini sedang terjadi di sektor eksternal secara global? Bagaimana bisa memberikan dampak kepada ekonomi dan sektor keuangan Indonesia?
Menurutnya, risiko yang ada saat ini dan mungkin jangka pendek ke depan, sebagian besar mayoritas secara magnitude dan variasi bersumber dari luar. Tentunya ada risiko idiosinkratik di domestik yang bisa meningkatkan volatilitas kinerja sektor keuangan dan perekonomian Indonesia. Seperti halnya, masa pandemi Covid-19 sejak bulan Maret 2020 mempengaruhi kondisi makro ekonomi dan sektor keuangan di Indonesia. Mengapa? Karena mobilitas masyarakat tertutup. Tingkat pertumbuhan PDB menurun drastis karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Lantas tahun 2021 ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Zamroni mengatakan, “Dalam kondisi global sekarang ini, isu inflasi menjadi isu yang hangat baik secara ekonomi maupun politik.” Hal yang mendasar, manajemen inflasi adalah kebijakan stabilisasi harga yang harus diambil oleh pemerintah. Tentu saja dengan dukungan Kementerian dan Lembaga lainnya. Perencanaan makro ekonomi perlu diperhatikan oleh pemerintah sehingga perekonomian tetap bisa berjalan normal.
Pada kondisi global saat ini inflasi dunia banyak dipengaruhi oleh inflasi di Amerika Serikat. Ini tentu saja sangat berdampak pada inflasi di Indonesia. “Kita akan mengalami gangguan karena adanya inflasi global, serta adanya kenaikan harga komoditas pangan dan energi dunia,” tutur Zamroni. Menurutnya, sangat mungkin terjadi ketika krisis di Indonesia belum usai, ketika produksi di tingkat dunia juga masih relatif lambat.
Di sisi lain, Indonesia dihadapkan pada gejolak harga pangan dan energi, serta munculnya perang Rusia-Ukraina, serta perang dagang Amerika dan China. Di mana, hal itu masih terus berlangsung. Ini memberikan dampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Mengapa kondisi perang Rusia – Ukraina bisa mempengaruhi perekonomian global? Karena negara tersebut sebagai eksportir migas dan juga eksportir pangan. Sementara, sekira 48-50 negara sangat tergantung dengan Impor minyak dari Rusia. Pada akhirnya itu ikut menguncang harga pangan dan energi dunia. Kondisi tersebut memberikan tekanan spesifik kepada perekonomian Amerika. Salah satunya, kenaikan inflasi Amerika yang menyentuh angka 9%.
Manajemen Inflasi penting karena inflasi harus dikelola dengan baik dengan memperhatikan asal-usul penyebabnya. Sehingga pemerintah bisa mengambil kebijakan stabilisasi sesuai dengan porsi dan akar masalahnya. Pemerintah dan Lembaga terkait harus memperhatikan instrument kebijakan yang ada, dalam hal ini kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan lapangan. (ans/ed: and)