Jakarta – Humas BRIN. Senin pagi peserta diberi berondongan pantun oleh pewara Webinar “Asyik dan Menarik: Menyelisik Lanskap Linguistik ”. Webinar ini diselenggarakan oleh Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas (PR BSK) pada Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR ABS) BRIN. Herry Jogaswara, Kepala OR ABS memuji konsistensi PR BSK menyelenggarakan diskusi kesusastraan. “Webinar yang sangat konsisten, kita bisa diskusi dengan peneliti yang banyak serta tema yang tampil membuat saya tertarik,” ujarnya. Acara ini dilaksanakan secara daring pada Senin (19/12) via Zoom dan YouTube.
Kepala PR BSK, Ade Mulyanah menyampaikan BRIN dengan semangat pengetahuan dan kolaborasi menyelenggarakan acara diskusi. “Paparan dan diskusi diharapkan dapat memberikan informasi tentang riset, utamanya bisa berkolaborasi. Termasuk dalam kajian di BRIN,” tegasnya. Keragaman bahasa Indonesia ini menyebabkan munculnya penggunaan bahasa di ruang-ruang publik.
Studi bahasa dalam ranah publik merupakan kajian sosio linguistik modern. Keragaman wajah bahasa di Indonesia, serta dibumbui pengaruh dari luar negeri juga. Studi ini melibatkan pada media luar ruang (nama jalan, petunjuk, nama toko, dsbnya), semiotika dan mobilitasnya, serta citra suatu tempat. Lanskap linguistik bisa menjadi kerangka dasar suatu tempat. Kuatnya bilingualisme, trilingualisme, dan multilingualisme. Konsep ini dipelajari pengaruhnya dalam masyarakat, bagaimana dinamikanya hingga konflik-konfliknya.
Herry Jogaswara yang juga antropolog di bidang ekologi manusia mengaitkan lanskap linguistik ini dengan membayangkan ada satu titik dari tempat rendah ke tinggi dan dalam lanskap itu bisa dilihat berbagai macam ekosistem. Lanskap disebut juga saujana, budaya memiliki keterkaitan seperti saujana ketika mendengar lanskap. “Saya pengen tau lanskap linguistik, analisis media luar ruang. Apalagi nanti kerja sama riset dengan hukum dan politik,” ujarnya.
“Konsentrasi riset terkait lanskap linguistik bisa mempelajari silang budaya dan bahasa yang membuat lebih kaya, variatif hingga sulit menemukan orisinalitas, sulit mencari akarnya. Saya melihat Ibu Kota Nusantara (IKN) bagaimana kita harus segera melakukan perekaman dalam hal apapun, akan begitu cepat, proses-proses konservasi penyelamatan budaya benda maupun tak benda,” jelasnya. Herry menyebutkan pengalamannya di IKN mengenai kampung multikultur di sana menjadi desa transmigran, hingga bahasa asli sulit dicari.
Herry pun mengatakan akan ada bermacam ekspedisi yang akan dijalani para peneliti, seperti Ekspedisi Borneo yang mencakup IKN, Ekspedisi Walasea di Sulawesi, Papua, Pulau-Pulau Terluar, Terdepan, Tertinggal (3T), untuk itulah perekaman menjadi penting. Disebutkan Herry, bahwa kekuatan BRIN memiliki periset dari berbagai daerah bahkan di pulau-pulau timur Indonesia. Kolaborasi riset akan menjadi sangat serius dengan sesama peneliti baik internal BRIN maupun dengan para akademisi (dosen dan mahasiswa).
Ketut Artawa, Guru Besar Ilmu Linguistik Universitas Udayana menyampaikan mengenai Lanskap Linguistik: Pengenalan dan Aplikasinya. Lanskap linguistik dan lingkungan dijabarkan salah satunya berdasarkan teori Landry & Bourhis adalah keberadaan bahasa dalam tanda luar ruang sejak tahun 1997 dikenal dengan nama lanskap linguistik (disingkat LL). Sedangkan menurut Shohamy & Gorter, lanskap linguistik merupakan suatu tampilan yang menunjukkan penggunaan bahasa di ruang publik yang dibangun secara simbolis.
Artawa juga menjelaskan mengenai pengenalan lanskap linguistik dimulai dari kelahiran istilah ini. Lanskap linguistik tidak hanya meliputi kuantifikasi bahasa dalam suatu wilayah tetapi terus berkembang dengan analisis tanda-tanda semiotik yang mengindeks vitalitas etnolinguistik, konstruksi dan representasi identitas, penyampaian ideologi yang dilakukan melalui textual/linguistic/semiotic artifacts.
“Sebagian besar dari tanda-tanda ruang menggunakan kombinasi lebih dari satu bahasa untuk mengkomunikasikan bisnis atau spesialisasi usaha yang ditawarkan di kawasan wisata Ubud. Dua kombinasi teratas yang teridentifikasi adalah antara bahasa Bali dan bahasa Inggris, lalu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.Kata-kata dalam bahasa Bali dan bahasa Indonesia umumnya berfungsi sebagai penjelas/kata sifat atau bagian dari nama usaha,” terangnya.
Ai Kurniati, peneliti BRIN memaparkan mengenai “Kota Cantik Palangka Raya dalam Lanskap Linguistik”. Ai menjelaskan sekilas mengenai kota Palangka Raya yang merupakan salah satu kota penting di Kalimantan Tengah, masyarakat kota Palangka Raya adalah masyarakat multilingual, multietnis, dan multikultur, serta kota urban dengan masyarakat yang menggunakan aneka bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Ai lalu menjelaskan mengenai kajian multilingual dan kajian penamaan. Tak lupa, Ai memberikan contoh berbagai macam penggunaan teks multilingual di Palangka Raya.
Sebelum dimulainya sesi diskusi, Amrin Saragih dari Universitas Negeri Medan menjelaskan mengenai “Tantangan dan Prospek Lanskap Linguistik: Kasus Medan”. Dalam paparannya, Amrin menjelaskan mengenai kebijakan bahasa di Indonesia. Amrin pun menjelaskan tiga kategori bahasa di Indonesia yakni Bahasa Indonesia (BI) utamakan, Bahasa Daerah (BD) lestarikan, Bahasa Asing (BA) pelajari.
Amrin menerangkan hubungan semiotik konstrual berstrata antara konteks sosial dan bahasa. Konteks sosial dan bahasa sebagai semiotik sosial berstrata dijabarkan dengan diagram oleh Amrin, sehingga memantik diskusi dengan para peserta. Amrin menutup dengan tantangan dan prospek lanskap linguistik di Medan yaitu: Posisi bahasa Indonesia yang belum kokoh dalam konteks lanskap linguistik, Keunikan konteks sosial Medan dan Sumatera Utara, Medan/Sumatera Utara dengan tiga suku yang harmonis. Acara dilanjutkan dengan diskusi antara peserta dengan narasumber. SGD